Senja di pantai Lawata, itulah salah satu yang terbersit di pikiran saya saat mendapatkan penugasan ke Bima. Sehingga, saat pramugari mengumumkan bahwa saat pendaratan pesawat sudah dekat, saya pun menegakkan tubuh, mendekat ke arah jendela, mengarahkan pandang melalui jendela pesawat ke arah bawah. Berusaha melihat kondisi alam Bima dari ketinggian.
Laut yang biru dan daratan coklat dengan hijau di beberapa titik, berpadu menjadi satu. Makin dekat ke landasan, saya lihat ada kendaraan melaju di sepanjang pinggir pantai. Wah asyik sekali, jalanannya di pinggir pantai begini. Semoga nanti keluar dari bandara lewat situ juga.
Akhirnya pesawat pun mendarat. Sekeluar dari bandara, dengan mobil sewaan, saya menuju ke penginapan di tengah kota Bima. Sopir menawarkan mau lewat atas atau bawah, karena belum pernah ke Bima, dan tidak tahu jalur atas dan bawah itu maksudnya bagaimana, saya jawab pengen lewat pantai. Menurut pak sopir, kalau lewat jalur sepanjang pantai itu artinya lewat bawah.
Saya sampai di Bima sore, menjelang waktu maghrib. Jadi memang pas momennya kalau lewat jalan sepanjang pantai. Di beberapa titik nampak warga menunggu matahari terbenam. Deretan mobil terparkir sepanjang tepi jalan. Ada warung-warung tenda juga di beberapa lokasi, menjajakan aneka jajanan maupun makan berat.
Sambil menikmati perjalanan, saya ngobrol dengan sopir. Menurutnya, kalau pengen menikmati momen matahari terbenam, tempat yang paling enak adalah di pantai Lawata. Kami lewati juga dalam perjalanan ke hotel sore itu, tapi saya belum berniat untuk mampir. Jadi kami terus saja menuju hotel.
Kuliner Bima yang Enak dan Murah
Hari ke dua di Bima, setelah usai menuntaskan pekerjaan, saya kembali ke hotel. Sekitar jam 3 saudara saya datang ke hotel.
Ternyata saya punya saudara di Bima ini, dan ini pertama kalinya kami ketemu. Tepatnya, saudara dari pihak suami. Walau baru pertama ketemu, asyik juga kami ngobrol. Lebih tepatnya, dia yang banyak bercerita, sementara saya menyimak.
Puas mengobrol, kamipun memutuskan keluar dari hotel. Dengan berboncengan mengendarai sepeda motor, menuju warung bakso yang lokasinya tak jauh dari hotel tempat saya menginap. Malang tempat tinggal saya terkenal dengan baksonya, tapi tak apalah, saya di sini mencicipi bakso Bima.
Dua bakso besar, empat bakso kecil, sayuran, tahu dan mie. Harganya 15 ribu saja. Bakso besarnya berisi telur puyuh. Murah ya. Baksonya juga enak lho, kenyalnya pas. Rasa kuahnya juga pas di lidah saya. Bersih tandas semua.
Saudara saya bilang, di Bima ini banyak perantau yang berdagang makanan. Orang lokal Bima nggak mau beli kalau makanannya nggak enak. Makanan enak kalau harganya mahal, pasti juga bakal ditinggalin. Makanya jajanan di Bima tuh pasti enak dan murah.
Selesai makan bakso, baru deh kami menuju pantai Lawata.
Beginilah Keindahan Senja di Pantai Lawata
Pantai Lawata berjarak sekitar 5 km dari pusat kota Bima. Lokasinya ada di tepi jalan raya, sehingga mudah dijangkau. Tak perlu waktu lama bagi kami berdua untuk sampai di sana. Sedikit antrian di loket masuk, karena loket bagi pengendara mobil dan motor menjadi satu. Biaya masuk pengunjung 3 ribu per orang untuk dewasa dan 2 ribu untuk anak-anak, sementara parkir untuk sepeda motor 2 ribu dan mobil 4 ribu. Murah banget kan ya!
Usai memarkir motor, kami lalu menuju sebuah menara yang posisinya di atas. Lumayan ngos-ngosan juga menapaki jalan setapak naik dengan kemiringan yang cukup tajam, sebelum bisa menginjakkan kaki di tangga pertama menara ini.
Tak hanya kami yang menuju ke menara ini, pengunjung lain juga. Memang pemandangannya bagus dari atas menara ini. Bahkan di sepanjang tangga naik pun, banyak pengunjung yang berhenti, lalu bergaya dan bergantian memotret.
Saya pun tak ketinggalan mengabadikan beberapa momen baik di tangga maupun di puncak menara ini. Berdiri di puncak menara, memandang ke arah laut yang tenang. Ke arah perbukitan di kejauhan. Sembari dalam hati tak lupa mensyukuri nikmat keindahan senja di pantai Lawata ini.
Lawata Resto
Makin banyak pengunjung yang ingin menikmati senja pantai Lawata dari puncak menara, kami pun memutuskan untuk turun dari menara. Lalu berjalan menuruni bukit kecil ini, menyusuri jalan setapak lagi lalu naik menuju Lawata resto. Asyik juga kayaknya menikmati senja sambil nyeruput kopi.
Tarik nafas, lalu kembali menapaki anak tangga satu persatu. Hingga akhirnya sampailah di atap lawata resto. Tapi kecewa yang di dapat.
Kecewa karena ternyata cuma ada beberapa kursi saja di atas. Tak ada yang berjualan di sini. Jadinya kursi-kursi yang ada, dimanfaatkan oleh para pengunjung untuk properti berfoto dengan latar belakang pantai.
Karena lumayan ramai, jadinya antri untuk bisa memanfaatkan beberapa kursi yang ada di situ. Sudah tanggung sampai di atas, kami pun ikut antri untuk berpose menggunakan kursi di atas Lawata resto ini.
Di samping Lawata resto, saya lihat ada beberapa pondok kayu. Nampak pintunya terbuka dan ada orang di dalamnya. Kata saudara saya, pondok itu ada penginapan yang disewakan di areal pantai Lawata. Tapi dia juga tak memiliki informasi yang cukup mengenai biaya dan bagaimana cara untuk bisa menginap di situ.
Menuju Pantai yang Sesungguhnya
Setelah puas menikmati suasana pantai dari ketinggian di menara maupun Lawata resto, kami memutuskan untuk turun. Melewati kembali tempat parkir motor, lalu menuju icon pantai Lawata.
Tulisan Pantai Lawata berukuran besar dengan warna pink adalah tujuan kami berikutnya. Tidak terlalu ramai di sini. Sepertinya pengunjung lebih suka menikmati senja pantai Lawata dari puncak menara dan lawata resto.
Tak jauh dari tulisan ini, terdapat dua buah perahu yang bersandar. Pengunjung bisa menyewa perahu untuk berlayar berkeliling pantai. Di kejauhan nampak perahu besar. Ada pelabuhan milik pertamina tak jauh dari pantai Lawata ini. Bisa jadi itu adalah kapal pengangkut minyak milik pertamina.
Saudara saya menawari untuk naik perahu. Tapi bagi saya, cukup menikmati dari sini saja. Saat saya mencoba menengok ke bawah, nampak dasar laut yang jernih. Terlihat kerikil dan bebatuan, serta ikan-ikan kecil yang berenang.
Matahari makin tenggelam. Terang pun perlahan-lahan digantikan oleh kegelapan. Kami lalu beranjak meninggalkan keindahan senja di pantai Lawata.
Semoga kebersihan pantai Lawata tetap terjaga. Tempat hiburan yang murah ini makin baik pengelolaannya, dan semoga tetap murah tiket masuknya. Karena hanya inilah hiburan bagi warga Bima.
Masyaallah, aku sebagai warga Sumut sungguh iri dengan HTM di wilayah bagian timur itu murah-murah sekali.
Di Sumut bahkan parkir di destinasi wisata aja paling murah 5ribu. Itu ngerasa udah murah bangeet.
Belum punglinya. Gemess deh.
Btw, disana ngga ada pungli ya, mbak?
Pasti ngga ada lah yaa…
kayaknya nggak ada deh.
Sodaraku kebetulan punya lapak jualan di dekat alun-alun, nggak pernah ditarik bayaran sama pihak pemda/hansip/preman. Perjanjiannya adalah “datang bersih, pulang juga harus bersih” gitu aja
Pantainya Indah sekali. Apalagi ada menaranya juga, jadi bisa menikmati dari ketinggian. Terus ada resto juga di sana. Jadi walau matahari sudah tenggelam, tetap bisa bersantai berlama-lama di sana ya, Mbak.
Masha Allah mbak, keren banget viewnya daerah di Bima. Sering ke situ ya mbak? dalam rangka Dinas kerjaan ya mbak?
Btw, harga tikernya juga murah ya gak nyampe 10K bisa menikmati pantai lawata Bima. Keren, gak bakal nyesel ya datang dan berwisata kesitu.
Baru sekali ini Mas Wahid.
Iya, dalam rangka menjalankan tugas negara
Wajar kak Nanik pada banyak yang mengabadikan momen di menara itu, karena memang ciamik. Apalagi pemndangannya pun pas senja jelang matahari terbenam. Bisa banyak jepretan nih yang dihasilkan
Liat ini jadi kangen tempat tinggal ortu di Buton, mirip banget vibesnya, dekat pantai, kalau sore, masya Allaaaahhhh cantiknya.
Senang banget ya kalau bisa berkunjung di berbagai belahan daerah Indonesia, rasa pengen juga bisa explore tempat-tempat cantik macam pantai Lawata Bima ini ๐
Nah, saya juga pengen ke Buton mbak, kebetulan ada sekolah binaan juga di sana.
Baca ini jadi kangen kampungku di Bima Mba tapi aku di kecematannya, mendadak jadi pengen pulang kampung lagi. Iya di sana terkenal dengan baksonya dan saya wajib makan bakso kalau pulang kampung. Ternyata menikmati senja di Pantai Lawata bagus juga ya, saya malah belum pernah ke sini ๐
Mau di pantai manapun, aku sukaaa banget sunrise maupun sunset. Padahal ya sama aja, mataharinya sama. Engga heran, kalau setiap spot menanti matahari terbenam tuh selalu ramai yah.
Belum pernah nih aku ke Bima. Kapan yaa?…Kalau Lombok, Sumba, dan Flores udah. Nah, Sumbawa kan beluuum…
Semoga tahun ini mbak Hani bisa ke Sumbawa
MasyaAllah, indah banget pemandangannya. Trus, HTMnya bikin saya melongo. Itu bener-bener ramah di kantong. Kulineran di sana juga pasti enak-enak, ya. Lihat penampilan baksonya aja udah menggiurkan,
Bersih, indah dan teduh ya. Kayaknya harus jadi contoh pengelolaan pantai di Indonesia. Keren abis pokoknya.
Keberadaan menara benar-benar melengkapi keindahan Pantai Lawata menurut saya. Jarak pandang kita jadi lebih luas dengan sudut pemotretan yang juga lebih lapang. Sunset pun jadi terasa sempurna direkam lewat kamera. Duduk di cafe bagian terjauh juga bikin suasana makin indah ya Mbak. Ngopi sembari menikmati senja dan ngemil pisang goreng pasti enak bener deh hahahaha.
BTW, saya juga paling suka menikmati jalan yang berdampingan dengan pinggir pantai. Syahdu banget rasanya. Apalagi saya memang penggemar pantai. Eh, kapan-kapan kita pergi ke Tidore Mbak Nanik. Bisa merasakan pantai hanya sejengkal dari jalan utama dan perumahan penduduk.
Yuk mbak, kapan-kapan ke Tidore.
Waaa…Mbak Nanik paling bisa bikin saya cemburu
Bima kan destinasi impian,
apalagi ada mie bakso yang lezat
apalagi pantai Lawata nya yang indah banget
Kudu makin rajin nabung ya? Supaya impian ke Bima bisa terwujud
Iya mbak, harus rajin nabung, walau biaya hidup di bima murah, tapi tiket pesawat buat ke sana tuh mahal.
Kayak pas banget ga sih mb? Setelah bekerja langsung menikmati senja di Pantai Lawata jd rilek lagi dan energi penuh lagi. Apalagi perut idah diganjal bakso telur puyuh yg menurutku juga termasuk murah. Ah, jadi pengen ke Bima..
iya mbak, momennya pas. Kayak release. Fresh lagi sekembalinya dari pantai
Cakep view pantai bagian Timur Indonesia ini ya, indah dan alami semoga terus dikelola dengan baik dan tetap menjaga lingkungan agar tetap lestari dan banyak pengunjung.
Cantik sekali pantai di Bima ini
Apalagi saat senja, pasti nyaman menghabiskan senja di pantai ini ya mbak
Plus mencicipi kuliner yang khas
Kirain saya aja yg punya kebiasaan, kalau abis turun dari kendaraan, abis melakukan perjalanan, sukanya cari bakso. Hehe ..
Ulasan tentang kita Bima ini jad nambah wawasan saya juga
Yah meski belum tahu bisa menginjakkan kaki di sana atau tidak
Pingback: Indah Banget Sunset di Pantai Kota Jawa, Ambon - Jejak Wisataku