Hotel Mercure Jakarta Gatot Subroto, hotel pertama yang saya inapi di tahun 2024, tepatnya 6-8 Maret 2024. Tentu saja bukan dalam rangka liburan, melainkan memenuhi tugas dari pimpinan untuk menghadiri undangan workshop yang diadakan oleh kementerian.
Saya berangkat sendiri dari Malang, menggunakan pesawat Citilink. Berangkat dari Malang pukul 11.20 dan sekitar pukul 13.00 mendarat di Bandara Soekarno Hatta. Dari bandara, naik taksi online menuju Hotel Mercure Jakarta Gatot Subroto. Lokasi hotelnya ada di Jalan Gatot Subroto Kav. 1, Kuningan, Jakarta Selatan. Dari bandara Soekarno Hatta berjarak sekitar 33 km. Tarif yang harus saya bayar untuk taksi online sebesar 230 ribu, termasuk tol dan biaya lain-lain.
Manajer Hotel yang Ramah
Sekitar pukul 14.30 saya sampai di Hotel Mercure Jakarta Gatot Subroto, masuk pintu utama dan berjalan ke arah kiri menuju meja resepsionis.
Tampak beberapa orang berbaris mengantri di depan meja resepsionis, saya pun turut pula berdiri mengantri. Beberapa kursi yang ada di dekat resepsionis, sudah dipakai duduk, entah oleh para tamu yang menginap dan sedang menerima tamu, atau sesama calon tamu yang menginap seperti saya. Jadi memang tak ada pilihan buat saya selain ikut mengantri saja, mau duduk juga tak ada tempatnya.

Mungkin melihat muka lelah saya yang celingak celinguk cari tempat duduk, seorang petugas hotel menghampiri saya, menawarkan bantuan. Saya mengatakan bahwa saya undangan dari Kemdikbud, petugas itu lalu mengecek di komputer, lalu menyampaikan bahwa undangan dari Kemdikbud langsung berhubungan dengan panitia kegiatan untuk proses chek in. Dan saat itu panitia belum ada yang standby di hotel! Padahal diundangan tercantum chek in bisa dilakukan mulai pukul 14.00 WIB. Baiklah, ini Jakarta, bukan di Malang. Begitulah saya mencoba untuk menenangkan diri.
Petugas itu lalu mencarikan tempat duduk yang kosong untuk saya, diseberang meja resepsionis, ada bangku beton yang menempel di dinding. Di situlah saya duduk.

Dari situ, saya bisa melihat petugas yang tadi melayani saya, lalu bergeser dan duduk di meja yang posisinya tak jauh dari meja resepsionis, diatas meja terletak tulisan Manager. Oh, pantas saja, dia nggak pakai seragam seperti petugas hotel yang lain.
Kamar Menghadap Tower Bank Mega
Setelah menunggu sekitar 1 jam, mengamati lalu lalang tamu di lobby, akhirnya saya dapat kamar juga. Pukul 15.40 saya masuk ke kamar saya yang ada di lantai 10.
Kamarnya sudah tentu nyaman ya. Dan yang paling bikin saya suka adalah kamar mandi dan toiletnya terpisah, yah walau area wastafelnya sama. Tapi ini sudah cukup membantu lho, kalau ada teman sekamar yang sedang mandi dan saya kebelet pipis atau BAB, kan jadinya nggak perlu nunggu teman saya keluar dari kamar mandi.

Terus, pembatas antara area kamar mandi dan area tempat tidurnya adalah dinding kaca, nah kalau ini cocok buat yang punya anak kecil, tetap bisa memantau saat si kecil di area kamar mandi. Tapi ada penutupnya kok, jadi dinding kaca ini bisa ditutup, sehingga tetap bisa nyaman di dalam kamar mandi tanpa terlihat teman yang yang ada di area kamar tidur.

Tidak ada botol plastik air mineral di dalam kamar, tapi ada teko kaca dan dua botol kaca berisi air mineral. Sebuah tulisan yang memberi tahu para tamu, jika menginginkan air minum dalam jumlah lebih, bisa mengambil air minum dari dispenser yang ada di beberapa titik lorong kamar. Kalau di lantai 10 ini, dispenser posisinya ada di dekat lift. Teko pemanas air tersedia, beserta beberapa sachet kopi, teh dan gula pasir.
Meja kerja dengan penerangan yang cukup, ada di seberang tempat tidur. Tak jauh dari situ (iya lah, kan kamarnya kecil, jadi semuanya pasti berdekatan), ada kursi dan meja untuk bersantai. Pagi-pagi bisa ngeteh di sini, membuka tirai dan melihat lalu lalang kota Jakarta. Pas buka tirai, ternyata di seberang kamar saya ada tower bank Mega.


Wallpaper dengan motif batik parang menghias salah satu sisi dinding, ada dua gambar burung merak juga di situ, berada di kedua sisinya. Menambah kesan Indonesia banget.

Lantai kamar yang dilapisi panel kayu, membuat saya makin betah berada di kamar ini. Eh bahkan, kunci kamar pun berbahan kayu lho.

Melihat Lalu Lalang KRL dari Ruang Pertemuan
Ruang pertemuan untuk kegiatan yang saya ikuti ada di lantai 3. Dan ternyata, dari kamar saya di lantai 10, tidak bisa langsung menuju lantai 3 menggunakan lift. Awalnya, saya sampai keluar masuk 4 lift yang ada, karena tak menemukan tombol lantai 3, hingga akhirnya saya memutuskan untuk menuju lantai 1 saja. Bertanya pada resepsionis, dan mendapatkan jawaban bahwa memang untuk menuju lantai 3 harus pindah lift.
Jadi ada dua kelompok lift di hotel Mercure Jakarta Gatot Subroto ini, west lift dan east lift. West lift dapat digunakan para tamu untuk menuju lantai 1-5, lantai 7 dan lantai 16-30. Sementara east lift membawa para tamu menuju lantai 1 dan 5-15. Jadi memang ada dua tower untuk bangunan hotel Mercure Jakarta Gatot Subroto ini.


Kegiatan yang saya ikuti, dimulai malam hari. Dinding samping ruangan berupa dinding kaca, dan setiap beberapa menit, saya melihat ada lampu yang terang bergerak mendekat ke arah ruangan. Tadinya saya pikir ada drone yang melayang-layang, tapi kalau drone kok terang banget sorot lampunya.

Keesokan harinya, barulah saya memperoleh kenyataan bahwa lampu-lampu yang saya lihat semalam adalah lampu dari KRL yang melintas. Saat hari terang, barulah saya bisa melihat lintasan KRL, dan beberapa kali KRL melintas. Ini juga jadi hiburan, untuk mengalihkan pandangan sejenak dari layar laptop kala mata sudah pegal atau bahkan rasa kantuk yang mulai menyerang.

Kesan Menginap di Hotel Mercure Jakarta Gatot Subroto
Dua malam saya menginap di hotel Mercure Jakarta Gatot Subroto. Selama dua malam itu, saya merasa nyaman, tak ada keluhan untuk urusan kamar maupun makan. Walau harus ganti lift untuk mobilitas kamar dan ruang pertemuan, bukan masalah yang terlalu besar, toh jalan kakinya juga nggak banyak karena jaraknya tak jauh.
Jika di awal, saya mendapat kesan menyenangkan dari Manajer yang ramah, ternyata kesan menyenangkan ini tidak bertahan lama saat berhadapan dengan staf hotel dibawahnya.
Iya, saya sadar kok, memang saya menginap di situ dibiayai oleh negara. Kalau mesti bayar sendiri, mana mampu hehehe…. Mampu sih, tapi tentu saya bakal pilih kelas hotel di bawahnya yang harganya lebih terjangkau. Atau entah karena tampilan saya ini, yang pakai sepatu sneaker dan membawa tas punggung hingga tak dapat senyum dan sapaan di pintu masuk.
Jadi, saat chek out dan menunggu pesanan taksi online, saya kan duduk di lobby, bersama teman sesama peserta workshop. Cuma bedanya, teman saya ini bawa koper, pakai high heels, yah tipe wanita kantoran gitulah. Sementara saya tipe backpacker.
Pesanan mobil teman saya datang lebih dulu. Saya memperhatikan dia keluar hotel, dibukain pintu sama satpam, di sapa ramah petugas hotel yang ada di dekat pintu. Giliran mobil saya datang, saya pun berjalan ke arah pintu keluar, satpam dan petugas itu asyik ngobrol. Saya pun melenggang saja, membuka pintu sendiri.
Pas di resto, nggak cuma saya yang merasa petugas di resto tuh nggak ramah. Beberapa teman sesama peserta kegiatan juga mengutarakan hal yang sama. Saat membereskan piring-piring makan, nggak ada senyumnya sama sekali, nggak menyapa dan meminta ijin, langsung ambil saja.
Semoga saja ke depan, keramahan dari para petugas hotel bisa ditingkatkan. Siapa pun yang masuk ke area hotel, adalah tamu yang mesti dihadapi dengan ramah.
Leave a Reply